Selasa, 01 Agustus 2017

(Selalu Soal) Pilihan Sudut Pandang

“Apa kesulitan menjuri lomba foto?”, tanya seorang kawan di tengah ruang pamer “Anushka” di Galeri Indonesia Menggugat, Bandung beberapa waktu lalu. Ia letakkan konteks pada Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2017 lalu, dimana saya adalah salah satu dari total delapan juri.

Bang Andre sigap menyiapkan foto untuk penjurian.
“Sulit (memilih) kalau fotonya bagus-bagus”, jawab saya cepat diiringi senyum lebar.

Tetapi foto (ter)bagus tetap akan nampak. Semakin di ujung proses penjurian, kesulitan penilaian meningkat diiringi diskusi hangat bahkan perdebatan yang semakin menjadi. Saringan awal biasanya lebih pada teknis dan estetika, pertimbangan berikutnya adalah konten fotonya. Tentu karena judulnya lomba, kesesuaian dengan tema juga menjadi penekanan.

Seperti penjurian lomba foto dalam rangka "Pekan Nasional Perubahan Iklim" kemarin yang digelar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat waktu merambat mendekati tengah malam diskusi lebih pada konten (isu) masing-masing kandidat terkuat. Narasi (caption) dibuka dicermati satu-persatu. Kami dewan juri juga tak segan meminta pertimbangan kepada kawan panitia terkait isu dalam foto yang barangkali luput dari pengamatan dan pengetahuan kami yang bisa disebut awam dibanding kawan-kawan internal KLHK.

Saat saya mendapat tawaran untuk menjadi juri lomba tersebut yang terlintas di benak bahwa akan banyak foto penanaman mangrove dan kekeringan yang muncul. Semalam hal itu terbukti. Menjadi hal yang wajar saat perubahan iklim diterjemahkan dengan hal tersebut karena relatif visualnya tersedia cukup masif. Untuk isu kekeringan juga ada foto kebakaran serta asap yang nongol, sudah menjadi semacam “agenda rutin” di negeri ini. Duh..tragedi yang seolah jadi tradisi. 

Visual kesedihan seperti kekeringan, kebakaran, banjir, abrasi dan semacamnya, akan kuat menyentuh perasaan pemirsa. Seolah menjadi latar “bad news is a good news” yang layak viral. Seperti kegemaran umumnya kita(?) terhadap (tayangan) gosip di televisi juga dalam menyebarkan foto korban kecelakaan. Memangnya kalau pesohor A akan menikah siri atau pesohor B (konon) digugat cerai  trus ngapain? Bukan berarti kebakaran itu seperti gosip belaka lho..

Saya lebih tertarik pada foto salah satu peserta yang merekam momen seseorang dikejar terjangan ombak besar yang menggerus bangunan di belakangnya. Salah satu (wujud) isu perubahan iklim adalah naiknya permukaan laut. Foto ini bernada “negatif” tetapi mengirim pesan agar kita selalu awas dan arif bertindak terhadap alam dan lingkungan.

Hal buruk tentu masih terjadi di sekitar kita, tetapi upaya baik (positif) juga patut diapresiasi dan disyiarkan agar menular menjadi tindakan nyata bersama dan menggerus hal negatif. Seperti upaya pencarian dan penggunaan energi alternatif yang rendah emisi. (Yang merasa kirim foto semacam ini boleh “gede rasa” karena bisa jadi fotonya menang..) ☺

Menurut saya, dalam sebuah penjurian tak sekedar memilih siapa sang juara. Tapi juga coba membaca dan mengantarkan pesan sesuai dengan kampanye yang ingin dicapai oleh lomba itu sendiri. Terlebih seperti lomba ini yang mengangkat isu (kesadaran) tentang lingkungan.

Apakah pilihan kami dewan juri sudah tepat dan memuaskan semua pihak? Mungkin saja tidak, terlebih hanya berangkat dari foto yang masuk dan bisa jadi pilihannya terbatas. Tapi upaya untuk berproses bersama dari memotret kemudian membaca, yang bisa juga berangkat dari catatan sederhana ini patut terus diupayakan sekaligus dirayakan.

Ini juga sekaligus merupakan sebentuk pertanggungjawaban saya. Sebagai bagian warga (fotografi) negeri ini yang terus belajar dan berproses bersama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar