“Ngajar apa Pak?”, saat itu kami tinggal berdua dalam lift
dan ternyata menuju ke lantai yang sama, untuk undangan rapat awal semester
sebuah kampus.
“Fotografi Pak”, jawab saya singkat dengan imbuhan seulas
senyum sopan.
“Wah..saya difoto dong..”, sahut Bapak pengajar Creative Writing yang sudah lumayan
sepuh itu sambil berpose malu-malu mengakrabkan diri sambil melintas keluar
karena kami sudah sampai tujuan.
Dari meja registrasi nampak ruangan masih lengang, hanya ada
empat orang yang sedang berbincang hangat. Nuansanya seperti reunian para kawan
lama. Rapat dosen seperti ini memang seringkali sekaligus jadi ajang lepas
kangen dengan personil yang komplit. Karena kalau perkuliahan sudah mulai
biasanya akan terpisahkan oleh jadwal (hari mengajar) yang bhineka. ☺
Ini arca di sisi jalan Ciputat yang jadi langganan jepretan kamera. Seringkali, beda hari ia menampilkan gaya yang berbeda pula. Ini saat menutup dadanya yang terbuka dengan sapu. |
Saya memang berangkat lumayan awal karena masih berhitung
rute dan waktu tempuh. Ini kampus kedua yang lumayan jauh dari rumah di Tanjung Barat, setelah
sebelumnya sempat adol abab di
President University nun di Cikarang sana sekitar tujuh tahun lalu. Sama-sama “antar kota-antar
propinsi” macam bis yang kadang saya tumpangi kalau mudik. Yang pasti menambah
angka kilometer kendaraan dengan pesat dan badan masuk angin sesampai rumah,
hehehe..
Sebagai anak baru saya memilih duduk agak ke belakang, di
pinggir dekat pintu masuk. Agar bisa mengamati situasi secara keseluruhan dan
sigap bereaksi jika tetiba ada serangan dari kaum ultra kiri atau kanan, misalnya. Haiyah.. Sehingga saat kawan yang
lebih senior mengajar disitu nongol saya bisa dengan segera menyambutnya dengan
jabat tangan hangat.
Masing-masing kami diberikan kontrak kerja yang berlaku
setahun untuk ditandatangani. Diimbuhi penganan maknyus dalam kotak sedang yang kemudian saya jadikan oleh-oleh dan
amplop uang transport. Weh..kalau jaman jadi wartawan tak berani seterbuka ini
dengan amplop.. Ooopss.. ☺
“Wee..lha..ono amplope..”, celoteh kawan yang saya tunggu dan
masih berwajah kantuk itu sembari nyengir. Ia masih “berdinas aktif” di sebuah
media. Kami sama-sama dipasang mengajar di program studi Jurnalistik.
Sempat pula ia berbisik guyon, “Kenapa namanya (matakuliah) (pakai
imbuhan) “Digital” Photography?” “Karena sekarang sudah bukan era analog lagi”,
jawab saya ringan. Bahkan konon ada titipan untuk memasukkan materi memotret dengan
handphone. Weh..hehehe.. Wajib pakai merk tertentu? IPhone barangkali mau endorse?
Sependek ingatan dan pengalaman mengajar sejak 2001, ini satu
dari sedikit rapat dosen yang menarik, setidaknya ada hal yang jarang saya
temui di kampus lain. Selain membahas hal teknis dari urusan honor, absensi,
penelitian dan pengabdian, IT, juga yang bagus adalah pembekalan karakter yang
diinginkan kampus. Salah satunya terkait berita hoax, terlebih karena ini di
lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi, juga soal penghargaan akan keberagaman
yang harus dihayati dan didengungkan oleh para pengajar.
Bukanya anti atau
tidak boleh adanya perbedaan, tetapi jika harus dibawa ke kelas musti dalam
koridor diskusi yang sehat. Komitmen soal gaya dan warna kampus ini yang menurut
saya sungguh menarik. Sikap yang harus tegas untuk bekal mahasiswa sebagai agen
dan mata panah perubahan. Berat..berat..☺
Yang juga tak kalah berat seru adalah jalan pulang dengan kondisi
sinar matahari tarik pisan bin kentheng-kentheng bikin pala puyeng. Berikut bonus debu yang
dihantarkan angin kemarau yang terasa menahan laju. Maklum saya dan seorang
kawan pengajar lain yang satu tim sama-sama biker.
Nyemplak motor.
“Kalau naik mobil gak gaya Mas, malah mati gaya karena macet”,
selorohnya.
“Iya, mobil kalau bocor juga gak bisa dituntun”, ini jawaban
andalan yang ilmunya saya curi dari dosen saya dulu yang lama setia nuntun Yamaha Alfa.
Apalagi kalau yang bocor ban belakang Vespa. Wis..dunia
serasa milik berdua..itu kalau sampeyan
boncengan dengan istri tercinta. Lha kalau sorangan dan dibonusin olor (kabel)
kopling putus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar