Minggu, 31 Mei 2020

P3K

Sebagai wong Jowo saat badan mulai terasa kurang fit, Pertolongan Pertama Pakai Kerokan menjadi andalan. Apapun keluhannya, ia  menjadi ujung tombak (pertama) yang menghadapinya.

Terlebih saat pandemi terjadi seperti saat ini, kala ke rumah sakit menjadi ngeri dan patut dihindari jika tak bergejala genting. Bahkan mereka yang biasa kontrol atau periksa rutin juga "diliburkan". Biasanya diminta melanjutkan (resep) obat sebelumnya.

Akhirnya bersering hari mewarnai diri, kadang secara mandiri. Berdandan loreng ala macan. Menjadi dandanan melintas zaman. Turun-temurun antar generasi. Seperti saat si bungsu 'bengek", gejala asmanya kambuh saat malam. Kerokan menjadi pereda agar ia bisa tidur. Seringkali manjur.

Koin yang dipakai juga dari mainannya. Bertuliskan logo Star Wars, film fiksi ilmiah yang kondang besutan sutradara George Lukas. Film yang menjadi sebuah fenomena budaya dan menghasilkan banyak produksi film, buku, permainan video, serial televisi, serta bejibun produk lainnya yang dipasarkan luas. Termasuk menghadirkan banyak perspektif tentang filsafat dan agama.

Namun saat P3K ini sang "Perang Bintang" berduet dengan minyak kayu putih asli Pulau Buru. Tempat tahanan politik PKI ditahan bahkan banyak yang tanpa pengadilan. Buah tangan Atika yang kini tinggal di Ambon. Memuaskan kegilaan mantan mahasiswa saya di UIN ini terkait berburu foto.

Jadilah duet itu berkisah tentang dua perang. Yang satu betul fiksi, sementara satu lagi terasa seolah fiksi. Pada konteks yang terakhir, perang dingin yang merembet ke negeri ini masih terus (dibuat?) samar untuk dijadikan (akui?) sebagai bagian sejarah (kelam).

Ceritanya beragam perspektif, sehingga kebingungan untuk menuliskannya di buku (pelajaran) sejarah. Sampai berganti versi bahkan setelah era repot nasi, eh..Reformasi.

Menjadi tak mudah, mungkin untuk saya, secara sederhana menjawab pertanyaan dan menceritakan soal PKI, Soeharto, Soekarno, di lingkaran atau periode itu pada thuyul di rumah yang masih SD.

Saat kebetulan mereka pernah lihat sekilas lihat film perjuangan. Akan lebih mumet lagi menjelaskan andai mereka tanya soal benarkah PKI bangkit.

Wong menulis ringan nan jujur begini saja bisa jadi langsung kena stempel tertentu. Padahal ide atau isme suatu hal yang mustinya bisa dipelajari dan didialogkan secara dewasa nan akademis.

Jadinya kok macam ngomongin Kuntilanak yang mungkin kita tak pernah kenal dan ketemu langsung namun bisa cerita dengan sangat detail. Bahkan model rambut, ukuran baju, alamat rumahnya dan mau makan malam dimana.

Dan ternyata, setelah proses P3K serta menulis ini badan menjadi lebih nyaman. Jangan-jangan kerokan juga bisa menjadi penolak bahaya laten. Lho.. bahaya laten apa? PKI? ORBA?

Wis..kono pilihen dewe. Sing penting ojo njaluk kerok bojone tanggane.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar